Thursday, January 23, 2014

Banjir Ludah Jelang Pemilu 2014




Awal tahun 2014 kita disibukkan dengan masalah air. Air hujan yang berlimpah tak mampu lagi diserap bumi mengakibatkan banjir dimana-mana di Indonesia. Banjir pun menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Indonesia pun darurat.


Namun selain bencana air alam tersebut, kita juga sedang mengalami atau menikmati banjir ludah yang muncrat dari mulut para penjaja visi misi untuk mendulang suara nanti pada Pemilu 2014. Dimana-mana kita sering bertemu dengan para penjual ludah ini, baik dijalan, warung kopi, pasar, bahkan dalam situasi bencana pun mereka tetap menjajakan ludah berbalut manisnya janji-janji politik yang enak didengar namun sebenarnya baunya busuk kalau sampai ludah tersebut menempel di pipi kita, apalagi kalau kita sampai merasakan ludahnya.

Kita sadar dan kita pun telah belajar dan paham dari beberapa pengalaman pada momentum demokrasi seperti Pemilu 1999, 2004, 2009 dan Pemilukada bahwa saat ini rakyat tidak lagi membutuhkan ludah. Sudah cukup tebal ludah yang menempel di pipi dari berbagai jenis mulut para penjaja ludah. Saat ini kita butuh yang namanya jejak rekam atau track record seseorang untuk menjadi wakil rakyat/pemimpin. Kita butuh figur seseorang yang konsisten dan komitmen antara ucapan dan tindakan. Kita tidak butuh lagi politisi bermodalkan ludah.

Sudah cukup ludah yang kita tumpahkan ke tanah air kita, jangan kotori lagi tanah ini dengan ludah busuk. Saatnya kita mengukir jejak diatas tanah dengan menjual kompetensi, integritas dan profesionalitas yang telah kita bukukan dalam lembar sejarah perjalanan hidup kita sebelumnya, dan biarkan semua fakta itu yang berbicara bahwa kita benar-benar layak dipilih menjadi wakil rakyat atau pemimpin bangsa ini. 

Bagi rakyat Indonesia, jangan lagi dibodohi para penjual ludah, bijaklah dalam memilih agar 5 tahun kedepan  kita tidak lagi bersungut-sungut karena kita telah memilih ludah yang busuk.

Salam Demokrasi.








Share :

No comments:

Post a Comment